1.Pengertian
Shalat
Shalat ialah ibadah yang
terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi
Allah Ta’ala dan di sudahi dengan memberi salam.[1]
Secara etimologi shalat
berarti do’a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan
secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya
kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan (Sidi
Gazalba, 88)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara
hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan
yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan
rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30). [2]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah
merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah
ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin)
kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
2.Hukum
Bagi yang Meninggalkan Shalat
Kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang meninggalkan shalat tanpa ada
uzur syar’i maka sungguh dia telah terjatuh ke dalam suatu dosa yang sangat
besar yang akan membahayakan kehidupannya di akhirat kelak.[3]
Orang yang meninggalkan shalat sedang ia masih beriman dan meyakini
keharusannya, hanya ditinggalkannya karena lalai atau alpa, bukan karena
sesuatu halangan yang diakui oleh syara’, maka hadits-hadits telah menegaskan
bahwa ia kafir dan wajib dibunuh.[4]
Hadits yang menegaskan wajibnya membunuh orang yang meninggalkan shalat,
dari Ibnu ’Abbas yang diterimanya dari Nabi saw .:
”Bahwa Nabi saw, bersabda : Ikatan Islam dan undang-undang agama itu ada
tiga. Dan diatasnyalah didirikan shalat, barang siapa meninggalkan salah satu
diantaranya maka ia kafir dan halal darahnya, yakni : mengakui tiada tuhan
melainkan Allah, mengerjakan shalat fardhu dan puasa pada bulan Ramadhan,”(h.r. Abu Ya’la dengan isnad yang hasan).
Menurut riwayat lain,: ” Barang siapa meninggalkan salah satu
diantaranya maka ia kafir dan tidak diterima amalan-wajib maupun sunatnya, dan
sungguh telah halal darah dan harta bendanya.”
Ibnu Al-Qayyim -rahimahullah- berkata dalam kitab Ash-Shalah wa Hukmu
Tarikiha hal. 7, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu
dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari
dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman
keras. Imam Ibnu Hazm -rahimahullah- juga berkata, “Tidak ada dosa setelah
kejelekan yang paling besar dari pada dosa meninggalkan shalat hingga keluar
waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.”
(Dinukil oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Kabair hal. 25).[5]
Artinya : “ Jika mereka
bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui .(QS.
At-Taubah : 11)
Ayat ini tegas menunjukkan bahwa orang yang tidak bertaubat dari kesyirikan,
tidak mengerjakan shalat, dan tidak menunaikan zakat maka dia bukanlah saudara
kita seislam, yakni dia adalah orang kafir. Hanya saja dikecualikan darinya
zakat (yakni yang meninggalkannya tidak dihukumi kafir)
Ishaq bin Rahawaih rahimahullah, berkata, “Telah dinyatakan dalam hadits
shahih dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang
meninggalkan shalat adalah kafir. Dan demikianlah pendapat yang dianut oleh
para ulama sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang ini,
bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa ada suatu halangan hingga
keluar waktunya adalah kafir.”[6]
Meninggalkan shalat karena malas dan tanpa ada uzur syar’i adalah kekafiran
akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama islam.
3. Qadha
Shalat
Kita mengenal istilah qadha shalat yang artinya melunasi hutang shalat. Berarti
yang bersangkutan pernah meninggalkan shalat, disengaja atau pun tidak. Yang
jelas, hutang kewajiban shalat sama halnya dengan hutang kewajiban kepada Allah
yang harus dilunasi.[7]
Para ulama sepakat bahwa melunasi hutang shalat yang
ditinggalkan itu wajib hukumnya, baik karena lupa ataupun tertidur. Seperti
pernah disampaikan Rasul: Tertidur itu bukan kelengahan karena yang dikatakan
lengah itu bila seseorang tidak tidur. Apabila ia lupa atau tertidur dan tidak
mengerjakan shalat, shalatlah ketika teringat. (Lihat
dalam FIqhus Sunnah, Juz II, hlm. 185)
Shalat memiliki waktu
tertentu dan terbatas, awal dan akhirnya, tidak boleh memajukan shalat sebelum
waktunya dan juga tidak boleh mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya.
Namun jika seseorang tertidur hingga tertinggal
mengerjakannya atau dia lupa hingga keluar dari waktunya, maka dia tidak
berdosa karena alasan itu. Dia harus langsung mengqadha'nya selagi sudah
mengingatnya dan tidak boleh menundanya, karena kafarat
pengakhiran ini ialah segera mengqadha'nya. Maka Allah berfirman.
Artinya : ”. . . . Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku" (QS.
Thaha : 14)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat ini ketika
menyebutkan hukum ini, mengandung pengertian bahwa pelaksanaan qadha' shalat
itu ialah ketika sudah mengingatnya.
Dari Anas bin Malik
Radhiyallahu 'Anhu, dia berkata. 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, 'Barangsiapa lupa shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika
mengingatnya, tiada kafarat baginya kecuali yang demikian itu.
Dalam riwayat Muslim
disebutkan, Barangsiapa lupa shalat atau tertidur sehingga tidak
mengerjakannya, maka kafaratnya ialah mengerjakannya selagi mengingatnya".[8]
Islam itu tidak pernah memberatkan pemeluknya. Dan salah
satu kemudahan diberikan pula pada salah satu ibadah wajib yaitu Shalat. Salah
satunya dengan Qadha.
Para ulama sepakat bahwa barang siapa ketinggalan shalat fardhu maka ia
wajib menqadha’nya. Baik shalat itu ditinggalkannya dengan sengaja, lupa, tidak
tahu maupun karena ketiduran. Dan terdapat perselisihan pendapat tentang
kewajiban qadha’ atas orang gila, pingsan dan orang mabuk.
Mazhab Hanafi mengatakan: Wajib qadha’ atas orang yang hilang
akalnya karena benda yang memabukkan yang diharamkan seperti arak dan
seterusnya. Sedangkan orang yang hilang akal karena pingsan atau gila, maka
kewajiban qadha’ itu menjadi gugur dengan dua syarat:
Pertama: Pingsan atau gilanya itu berlangsung terus sampai
lebih dari lima kali waktu shalat. Sedangkan kalau hanya lima kali shalat atau
kurang dari itu, maka wajib qadha’ atasnya.
Kedua: Tidak sadar selama masa pingsan atau gilanya itu
pada waktu shalat: Kalau ia sadar dan belum shalat, maka wajib qadha’ atasnya.
Maliki: Orang gila dan pingsan wajib qadha’. Sedangkan
orang yang mabuk, apabila itu disebabkan oleh barang haram maka ia wajib
qadha’, dan jika disebabkan oleh barang halal, seperti orang yang minum susu
asam lalu mabuk, maka tidak wajib qadha atasnya.
Hambali: Orang yang pingsan dan mabuk karena benda haram
wajib qadha, sedangkan orang gila tidak wajib.[9]
Syafi’i: Orang gila tidak wajib qadha apabila gilanya itu
menghabiskan seluruh waktu shalat (dalam satu hari), begitu pula orang yang
pingsan dan orang yang mabuk jika pingsan dan mabuknya itu bukan disebabkan
oleh minuman keras yang diharamkan. Kalau tidak demikian maka wajib qadha
atasnya.
Yang jelas, shalat bagi kaum muslimin merupakan suatu kewajiban yang harus
dikerjakan pada waktunya, dalam kondisi apapun. Jika tidak bisa berdiri, duduk.
Tidak bisa duduk, tiduran. Tidak bisa tiduran, isyarat mata. Tidak bisa isyarat
mata, dengan hati. Begitu mudahnya syari’at Islam, namun kemudahan itu masih
saja dirasa berat oleh orang yang suka bermalas-malasan.
4. Rukun dan Syarat Shalat
a. Rukun-Rukun Sholat
1.
Niat
Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur,
"Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap
orang akan diberi (balasan) sesuai niatnya." (Muttafaqun ’alaih dari ’Umar
Ibnu Khaththab)
2. Berdiri tegak bagi yang berkuasa ketika shalat
fardhu. Boleh sambil duduk dan berbaring bagi yang sedang sakit.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Shalatlah
dengan berdiri..." (HR. Al-Bukhary)
3. Takbiratul ihram, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar', tidak boleh dengan
ucapan lain
Dalilnya dalam sebuah hadits, "Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir
dan penutupnya dengansalam.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
4. Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap
raka’at
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka'at, sebagaimana dalam
hadits,
"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah."
(Muttafaqun 'alaih)
5. Ruku’
6. I’tidal (berdiri tegak) setelah ruku’
7. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
Firman Allah dalam surat Al-Hajj : 77
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhan mu.” (QS. Al-Hajj : 77)
Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh
sendi." (Muttafaqun 'alaih)
8. Duduk antara dua sujud
9. Duduk tasyahud awal
10. Duduk tasyahud akhir
Sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, "Jika seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka
hendaklah ia mengucapkan At-Tahiyyat." (Muttafaqun 'alaih)
11. Membaca Shalawat nabi pada tasyahud
akhir
12. Mengucapkan dua kali salam
13. tertib : berurutan
mengerjakan rukun-rukun tersebut.
b. Syarat-syarat shalat
Shalat tidak
akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang
wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan membatalkannya.
Syarat-Syarat
sahnya shalat
1. Beragama
Islam
Shalat tidak
akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah dalam surat Ali
Imraan : 85
Artinya
:"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi."(QS. Ali Imraan :85)
2. Sudah baligh
dan berakal
Anak-anak yang sudah dapat membedakan
antara yang baik dan yang buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika
sudah berumur tujuh tahun maka mereka diperintahkanuntuk melaksanakan shalat,
berdasarkan sabda Nabi saw,
"Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika
berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika
mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur
mereka masing-masing." (HR. Al-Hakim, Al-Imam
Ahmad dan Abu Dawud)
Sabda Rasulullah. "Diangkat
pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang
gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah)
3. Suci dari Hadats
"Allah tidak akan menerima shalat
tanpa bersuci." (HR. Muslim dan selainnya)
Dan sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak akan
menerima shalat orang yang berhadats hingga ia berwudhu.” ( Muttafaqun
’alaih)
4. Suci seluruh
anggota badan, pakaian dan tempat
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan
tanah (lantai tempat shalat), dalilnya firman Allah dalam surat Al-Muddatstsir
: 4
Artinya : ” dan pakaian mu maka sucikanlah ” (QS.
Al-Muddatstsir : 4)
Rasulullah bersabda : ” bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan azab
kubur dikarenakan olehnya”
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat dan lutut, sedangkan
wanita seluruh anggota badannya kecuali muka dan kedua belah telapak tangan.
Firman Allah.
Artinya :"Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di
setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raaf : 31)
6. Masuk waktu yang telah ditentukan untuk masing-masing
shalat.
firman Allah,
"Sesungguhnya shalat itu
adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(An-Nisa’ : 103)
Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu. Dalil tentang
waktu-waktu itu dalam firman Allah 'azza wa jalla,
"Dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya
matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya
shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (Al-Israa`:78)
7. Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah, "Sungguh Kami melihat wajahmu sering
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja
kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (Al-Baqarah: 144)
8. Mengetahui mana yang rukun dan mana yang sunnah[10]
Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus
diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau
meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka
shalatnya batal, harus diulang dari awal.